PARLEMENTARIA, Depok - Kunjungan Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI ke Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) turut menjadi momentum membahas peluang Indonesia dalam proses aksesi keanggotaan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Wakil Ketua BKSAP DPR RI, Ravindra Airlangga, menekankan pentingnya aksesi ini bagi pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus penguatan tata kelola pemerintahan.
“Jadi saat ini Indonesia sedang dalam proses aksesi keanggotaan OECD. Apa untungnya apabila Indonesia bergabung dengan OECD? Dengan bergabung dengan OECD kita akan mendapatkan peningkatan investasi dan peningkatan sinkronisasi standar dengan standar good governance secara global,” jelas Ravindra kepada Parlementaria usai pertemuan dengan Rektor dan akademisi UIII, Depok, Jawa Barat, Selasa (30/9/2025).
Ia menambahkan bahwa aksesi OECD diproyeksikan dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 0,8 persen pada periode 2028–2030 dan 0,9 persen setelah tahun 2030. Menurutnya, hal ini menjadi alasan penting mengapa parlemen berperan dalam sinkronisasi regulasi, khususnya pada sejumlah undang-undang strategis.
“Undang-undang terkait dengan undang-undang statistik, penguatan lembaga statistik nasional dan juga untuk undang-undang anti-bribery of foreign officials. Jadi dua ini adalah undang-undang yang disinkronisasikan. Ada beberapa undang-undang lagi namun utamanya adalah dua undang-undang ini,” terang Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Lebih lanjut, Ravindra menekankan bahwa langkah tersebut akan memperkuat regulasi tata kelola pemerintahan sekaligus membuka peluang peningkatan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment-FDI) bagi Indonesia. Dengan begitu, ruang pertumbuhan ekonomi nasional dapat semakin luas di masa mendatang.
“Jadi tugas kami telah mengerti apa yang perlu diselaraskan dari OECD untuk Indonesia. Agar kita bisa meningkatkan sinkronisasi terhadap regulasi good governance OECD. Kemudian dengan itu meningkatkan FDI Indonesia. Sehingga kedepannya semakin banyak ruang pertumbuhan untuk Indonesia,” jelas politisi Fraksi Partai Golkar itu.
Meski BKSAP tidak memiliki fungsi langsung dalam pembentukan legislasi, Ravindra menegaskan lembaganya tetap berperan dalam mengawal proses penyelarasan regulasi sesuai standar OECD. Menurutnya, hasil kerja Panitia Kerja Organisasi Internasional (Panja OI) akan diteruskan kepada pimpinan fraksi sebagai bahan pembahasan lebih lanjut.
“Tentu. Jadi ada beberapa undang-undang terutamanya dua-dua undang-undang tersebut. Ada beberapa undang-undang lain yang baik untuk dipelajari kembali menurut standar OECD. Dan ini akan kami rangkum dan kami share ke para pimpinan fraksi. Kemudian untuk dibahas. Jadi mungkin itu adalah hasil dari panja OI kita,” ujar Ravindra.
Melalui penjelasan tersebut, BKSAP menegaskan komitmennya dalam memainkan peran diplomasi parlemen dan fungsi pengawalan, agar agenda aksesi OECD dapat berjalan selaras dengan kepentingan nasional sekaligus memperkuat kapasitas tata kelola pemerintahan Indonesia.
Sebelumnya, DPR RI melalui BKSAP telah meluncurkan Buku Rekomendasi Panja Organisasi Internasional (OI) dan Panja Open Government Parliament (OGP) di Ruang Abdul Muis, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (26/9/2025) lalu. Peluncuran tersebut merupakan tindak lanjut kerja enam bulan terakhir yang memetakan strategi DPR dalam mendukung politik luar negeri bebas aktif, memperkuat tata kelola pemerintahan, serta meningkatkan transparansi parlemen di tingkat global.
Pada kesempatan itu Ravindra yang merupakan Ketua Panja OI, menegaskan bahwa rekomendasi Panja harus ditindaklanjuti secara konkret agar membawa manfaat nyata. Menurutnya, Panja OI dan Panja OGP saling melengkapi: Panja OGP mendorong transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik, sementara Panja OI memastikan posisi Indonesia tetap strategis di forum internasional. Dengan begitu, DPR diharapkan semakin kuat menjalankan peran legislatif sekaligus diplomasi parlemen. (uc/rdn)