Tidak berlebihan apabila saat ini dikatakan dunia telah berada di genggaman tangan. Perkembangan teknologi internet, ponsel pintar dan infrastruktur telekomunikasi telah memungkinkan populasi dunia untuk terkoneksi satu sama lain dan berbagi informasi dari berbagai belahan dunia. Dalam laporan Measuring the Information Society Report 2018 yang diterbitkan The International Telecommunication Union (ITU), lebih dari setengah populasi dunia telah online. Di akhir tahun 2018, 51.2 persen dari populasi atau sekitar 3.9 miliar orang telah menggunakan internet. Digitalisasi memungkinkan transformasi dalam berbagai hal. Dalam bidang industri dan perdagangan, digitalisasi membawa perubahan mulai dari proses produksi hingga pengalaman konsumen sebagai end-user. Tidak hanya mempengaruhi perdagangan dan industri, digitalisasi dan revolusi industri ke empat membawa disrupsi terhadap demokrasi dan ruang publik.
Perkembangan teknologi yang menuju pada otomatisasi pekerjaan membawa kecemasan tersendiri. Terutama bagi negara dengan populasi penduduk sebesar Indonesia yang diproyeksikan akan menghadapi bonus demografi angkatan kerja muda pada periode 2020 – 2030. Apabila tidak disikapi dengan baik, pertumbuhan penduduk produktif secara masif tidak lagi menjadi bonus melainkan beban bagi negara. Solusi yang ditawarkan BKSAP antara lain melalui pengembangan ekonomi kreatif dan kewirausahaan pemuda sebagaimana disampaikan pada forum the Fifth IPU Global Conference of Young Parliamentarians. Peningkatan keterampilan di bidang pendidikan vokasi dan kesempatan permagangan untuk meningkatkan kesesuaian keterampilan tenaga kerja dengan kebutuhan pasar menjadi solusi lain. Hal ini sebagaimana diskusi Panja MEA dengan pihak – pihak terkait di Jerman yang telah sangat berpengalaman dalam pengembangan pendidikan vokasi.
Lantas bagaimana BKSAP berkontribusi dalam dialektika internasional terkait digitalisasi dan revolusi industri 4.0? Dalam berbagai kesempatan sidang yang membahas tema ini, baik di tataran regional maupun internasional, BKSAP senantiasa menyampaikan kontribusi terhadap dialog yang terjadi. Melalui berbagai intervensi, BKSAP tidak hanya menyambut baik kesempatan – kesempatan yang ditimbulkan kemajuan teknologi digital tapi juga menyasar dampak yang mungkin ditimbulkan.
Pada kesempatan OECD Parliamentary Days tahun 2018, BKSAP mengangkat isu perkembangan teknologi dan ekses yang ditimbulkan bagi politik. Pandangan senada disampaikan pula melalui intervensi di Sidang the 8th World e-Parliament Conference 2018 di Jenewa. Tidak dipungkiri gadget dan kemudahan akses informasi digital telah mengubah cara politik dirancang dan dijalankan. Anggota parlemen semakin tidak berjarak dengan rakyat yang diwakilinya. Masyarakat bebas menyapa melalui balasan di twitter ataupun komentar di Instagram. Di satu sisi hal tersebut meningkatkan dan mempermudah pengawasan publik terhadap kinerja pemerintahan dan wakil mereka di lembaga parlemen. Di sisi lain, kemudahan akses internet yang memberikan kebebasan bagi publik untuk menyuarakan aspirasi berpotensi merusak demokrasi itu sendiri. Perkembangan berita palsu atau hoax secara masif telah menciptakan fakta-fakta alternatif yang berpotensi merusak secara politik. BKSAP berharap forum-forum OECD dapat dipergunakan untuk berbagi ilmu mengenai langkah-langkah yang dilakukan oleh parlemen di berbagai negara untuk mengatasi tantangan digital. Politik tidak lagi dapat dijalankan secara business as usual. Langkah – langkah inovatif diperlukan karena berita palsu atau hoax dapat mengarah pada pembuatan kebijakan yang merusak jika publik secara umum percaya pada “fakta-fakta” ini sebagai basis aspirasi mereka.
Sebagaimana telah ditekankan di atas, digitalisasi dan revolusi industri menyentuh berbagai aspek termasuk pemberdayaan kaum perempuan. Salah satu kontribusi terbaru BKSAP adalah melalui Sidang Umum tahunan ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA) bulan September 2018. Delegasi Indonesia mensponsori Resolusi bertema pemberdayaan perempuan di era revolusi industri 4. 0. Resolusi menekankan pada kebutuhan parlemen – parlemen di kawasan untuk mengidentifikasi dan mengamandemen UU apabila diperlukan sehingga kaum perempuan di ASEAN dapat memetik manfaat dari perkembangan teknologi digital sembari memitigasi tantangan yang munkin ditimbulkan terkait privasi dan risiko keamanan. Tanpa pelatihan dan pendidikan memadai, kaum perempuan tidak dapat mengembangkan kemampuan digitalnya. Pelatihan bagi perempuan tidak hanya menghilangkan kesenjangan keterampilan dan buta huruf digital tetapi juga untuk menjamin kesetaraan kesempatan. Jumlah perempuan yang masih tertinggal dalam bidang- bidang yang dinilai maskulin seperti sains, teknologi, engineering dan matematika menjadi tantangan bersama. BKSAP memberikan dorongan pula bagi negara anggota ASEAN untuk membawa perubahan kebijakan bagi industri mikro, kecil dan menengah, terutama UMKM yang dipimpin perempuan, sehingga dapat lebih kompetitif. Kebijakan yang diharapkan terutama terkait akses teknologi dan inovasi secara paralel yang memungkinkan perluasan akses keuangan dan pasar bagi UMKM tersebut.