Sepanjang 2014-2018, konflik, peperangan, dan persekusi tetap menjadi penyebab migrasi paksa dan peningkatan arus pengungsi. UNHCR pada laporannya pada tahun 2017 menyatakan setidaknya terdapat 68,5 juta orang yang lari dari negara asal mereka dengan berbagai macam alasan termasuk persekusi dan konflik.[1] . Isu Palestina, penindasan etnis Rohingya, perlindungan HAM pengungsi, dan migran mendominasi isu kemanusian internasional. Sejalan dengan mandat konstitusi melalui UUD 1945 dan prinsip 1948 Universal Declration of Human Rights mengenai HAM, DPR terus berkomitmen mengemban amanah rakyat dalam penegakan HAM selama lima tahun terakhir.

 

Kemerdekaan Palestina

Isu Palestina tetap menjadi sorotan utama bagi diplomasi kemanusian DPR sebagaimana amanah konstitusi yang menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak bagi semua bangsa.Selain itu penjajahan Israel atas Palestina telah lama menyengsarakan masyarakat Palestina sehingga kemerdekaan Palestina merupakan jalan untuk rakyat Palestina dalam mencapai kesejahteraan dan kemakmuran.

Dalam hal ini, DPR berperan aktif untuk memperjuangkan dan mengarusutamakan kemerdekaan dan HAM Palestina melalui berbagai forum seperti Kaukus Palestina, forum bilateral dan multilateral contohnya Parliamentary Union of the OIC member states (PUIC) dan Asian Parliamentary Assembly (APA).

Pada kunjungan bilateral pada Juli 2016, DPR bertemu dengan Parlemen Palestina dan Konsul Kehormatan RI. DPR berkomitmen untuk mendukung peningkatan kerja sama kedua negara di bidang ekonomi, sosial- budaya, dan pariwisata terutama optimalisasi fungsi Konsul Kehormatan untuk mendukung perjuangan Palestina. Pada Sidang Inter-Parliamentary Union (IPU) di Saint Petersburg tahun 2017 DPR menyerukan persatuan kedua Kubu (Fattah dan Hamas) untuk memperkuat posisi Palestina dalam meraih kemerdekaannya sebagai negara yang berdaulat.Hal ini juga menggarisbawahi bahwa Parlemen Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan kedua kubu tersebut.

Di tengah Sidang IPU ke-138, Maret 2018, Pertemuan Koordinasi dan Kerjasama PUIC dilaksanakan untuk membahas isu mengenai Palestina. Pada pertemuan tersebut DPR RI menyerukan kepada Parlemen Asia bersatu untuk menentang kebijakan Trump mengenai pengakuan AS atas Yerusalem sebagai Ibukota Israel. Kebijakan ini sudah jelas melanggar resolusi PBB dan memicu konflik yang berkepanjangan. Sejalan dengan hal tersebut, delegasi Indonesia sebagai Komite Eksekutif Al Quds melalui Konferensi Parlemen untuk Al-Quds di Istambul pada Desember 2018 juga memprotes rencana Australia untuk mengakui Ibukota Israel.

DPR secara konsisten dalam diplomasi baik secara bilateral dan multileral menggalang komitmen negara- negara sahabat untuk mendukung upaya UN Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) dalam membantu pengungsi Palestina serta perlindungan kelompok rentan seperti perempuan. Anak- anak, dan difabel dari serangan agresi militer Israel. Dalam Sidang Konsultasi PUIC pada Maret 2018, DPR menentang keras kebijakan Trump tentang pengurangan dana bantuan ke UNRWA melalui dukungan penuh proposed emergency items yakni respon terhadap kebijakan Trump mengenai pengurangan bantuan kemanusian, status legal kota Yerusalem, dan Hak- hak Palestina berdasarkan Hukum Internasional dan Resolusi PBB.

 

Etnis Rohingya

Terkait Krisis kemanusiaan di Myanmar, DPR juga berada di garis depan dalam memperjuangkan Hak Asasi Manusia etnis Rohingya. Pada sidang ke-38 ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) tahun 2017 DPR mendorong sikap tegas parlemen ASEAN terhadap tragedi kemanusiaan atas etnis rohingnya sekaligus menginisiasi resolusi terkait krisis kemanusian di Myanmar. Pada Oktober 2017, Ketua BKSAP yang juga selaku Presiden International Humanitarian Law (IHL) bertemu dengan Thomas Vargas, Komisioner tinggi UNHC, untuk membahas perkembangan krisis kemanusiaan di Myanmar dan menanyakan bantuan kemanusiaan UNHCR kepada 600 ribu warga Rohingya. Pertemuan tersebut menandai kesamaan pemahaman parlemen Indonesia dengan UNHCR bahwa konflik di Myanmar bukanlah masalah agama melainkan masalah kemanusiaan.

Capaian lain yang tidak kalah penting dalam merespon tragedi kemanusiaan atas etnis Rohingya adalah keberhasilan DPR untuk meminta penjelasan para petinggi parlemen Myanmar pada sidang IHL pada pertemuan IPU ke-139 di Jenewa mengenai perkembangan yang telah dicapai Myanmar untuk menciptakan perdamaian dan menghapus segala jenis penindasan terhadap etnis Rohingya. Sidang ini dipimpin oleh Ketua BKSAP selaku presiden IHL dan dihadiri International Committee of the Red Cross (ICRC) dan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).

 

Perlindungan HAM Pekerja Migran

Tidak hanya Hak Asasi Manusia Pengungsi yang menjadi perhatian besar bagi DPR, perlindungan HAM pekerja migran juga merupakan isu penting yang harus diperjuangkan. Melalui Undang – Undang no 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, DPR menjamin HAM pekerja migran dan perlindungan hukum, ekonomi serta sosial pekerja migran. DPR juga berhasil menyuarakan Hak Asasi Manusia dan perlindungan bagi pekerja migran baik secara bilateral maupun multilateral. Pada tahun 2015 Women Parliamentarians of AIPA (WAIPA) telah mengadopsi resolusi persoalan pekerja migran perempuan dari inisiasi DPR. Pertemuan Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF) ke-24 pada tahun 2016, DPR berhasil mendorong APPF untuk mengadopsi resolusi mengenai perlindungan pekerja migran. Resolusi perlindungan pekerja migran ini kali pertama diadopsi oleh APPF dan telah mencakup aspek perlindungan dan perdagangan manusia.

DPR aktif memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia pada Global Compact for Safe, Orderly, and Regular Migration (GCM) di pertemuan IPU di Rabat pada Desember 2018. GCM adalah instrumen legal pertama dalam mengatur isu migrasi global. Dalam pertemuan ini DPR mendorong perlindungan dan mencegah pekerja illegal (undocumented workers) dan pentingnya kontrak kerja yang jelas bagi pekerja migran di negara penerima.Selain itu DPR menggarisbawahi pentingnya jaminan sosial dan pengentasan kepentingan serta harmonisasi kebijakan antara negara pengirim, transit, dan penerima.

Pencapaian dan upaya DPR dalam menyuarakan penegakan HAM di forum internasional ini merupakan bentuk keseriusan dan komitmen DPR saat ini yang telah menjalankan fungsinya dalam melindungi HAM masyarakat sebab DPR percaya bahwa demokrasi dan pembangunan tidak akan terwujud tanpa perlindungan HAM.

 

[1] UNHCR, Forced displacement  above 68 m in 2017, new global deal in Refugee crisis, (online) 19 Juni 2018 <ttps://www.unhcr.org/news/press/2018/6/5b27c2434/forced-displacement-above-68m-2017-new-global-deal-refugees-critical.html>,diakses 15 Februari 2019