Membangun demokrasi yang inklusif tanpa korupsi

Berbicara demokrasi, DPR merupakan rujukan bagaimana perwajahan demokrasi Indonesia berkembang dari waktu-waktu. DPR menjadi pusat sejarah bagaimana lembaga tersebut menjadi tempat bertemunya beragam pandangan dan ideologi politik pasca-Orde Baru. Sehingga wajar kiranya, bila kemudian saat ini, dengan beragam perubahan kebijakan baik di sektor anti-korupsi, transparansi dan akuntabilitas, inklusivitas dan representasi, Indonesia dikenal di dunia sebagai negara demokratis terbesar ketiga dunia.

Dalam beragam kesempatan, DPR RI aktif berpartisipasi dalam isu-isu terkait demokrasi seperti demokrasi inklusif melalui pelibatan pemuda, perempuan hingga kelompok-kelompok marjinal dalam pengambilan keputusan hingga proses politik, maupun dalam isu-isu anti-korupsi, transparansi, keterbukaan informasi dan akuntabilitas. Dengan catatan khusus bahwa isu perempuan menjadi satu domain agenda besar tersendiri yang tertulis dalam bagian lain buku ini, sejumlah catatan peran aktif DPR RI dalam isu-isu terkait demokrasi terurai dalam rekam waktu lima tahun periode DPR kali ini. Berikut sejumlah catatannya.

 

Demokrasi inklusif mendorong generasi muda ke pentas politik.

Dialektika demokrasi membawa komunitas internasional ke perspektif yang semakin luas yakni inklusivitas. Dalam konteks ini, proses politik dan pemerintahan yang semakin inklusif mendorong demokrasi mewujud menjadi kesejahteraan publik senyatanya. Inklusivitas menjadi wacana internasional yang menggaung selama berdekade. Demokrasi inklusif meliputi pelibatan dan pemihakan kepada perempuan, pemuda, dan kelompok-kelompok marjinal lainnya.

Apabila inklusivitas perempuan dalam proses demokrasi telah meningkatkan peran perempuan dalam beragam skala progress pembangunan, tidak demikian halnya dengan pelibatan dan peningkatan peran pemuda dalam proses demokrasi. Rerata global keterwakilan pemuda misalnya dalam pentas politik, khususnya dalam posisinya di kursi parlemen, tercatat hanya 1,6% (di bawah 35 tahun), atau 23,9% (di bawah 40 tahun) pada 2014 menurut data IPU.

Keterlibatan generasi muda dalam proses demokrasi, khususnya dalam panggung politik telah mendapat sorotan dunia internasional sejak lama. Namun, politik global terkait keterlibatan pemuda dalam partisipasi politik mendapakan momentumnya pada 2015, ketika Dewan Keamanan (DK) PBB mulai menyoroti peran pemuda dalam perdamaian dan keamanan melalui resolusi 2250. Dalam salah satu paragraf operatif-nya, DK PBB mendorong negara anggota untuk mempertimbangkan cara meningkatkan keterwakilan inklusif pemuda dalam pengambilan keputusan di setiap level pada institusi lokal, nasional, regional dan internasional.

Tak ketinggalan di level parlemen. Komunitas parlemen internasional seperti Inter-Parliamentary Union (IPU) juga semakin gencar berkampanye mengenai keterlibatan pemuda dalam proses politik. Pada 2013, IPU membentuk Forum of Young Parliamentarians untuk mendorong lebih jauh keterlibatan pemuda dalam agenda IPU dan juga dalam parlemen. Bagi DPR demokrasi inklusif dengan melibatkan pemuda sejatinya telah dimulai sejak lama. Tidak hanya dalam ranah legislatif, tetapi juga eksekutif yang ditandai dengan terbukanya peluang anak muda menduduki jabatan kepala daerah hingga pemimpin nasional.

Dengan komitmen mendorong demokratis inklusif yang melibatkan pemuda, DPR juga terlibat aktif dalam diplomasi parlemen demi mendorong peningkatan dan keterlibatan peran pemuda di parlemen. Pada IPU ke-134, di Lusaka, Zambia, Maret 2016 misalnya, dengan tema rejuvenating democracy, giving voice to youth, Delegasi DPR RI melalui Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyuarakan perlunya negara melalui perangkat legislasi berpihak pada pelibatan pemuda dalam proses politik seperti UU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang membuka ruang usia muda untuk terlibat dalam pentas politik (Gubernur: 30 tahun, Bupati/Walikota: 25 tahun).

Kegigihan DPR untuk turut serta dalam upaya internasional mendorong partisipasi pemuda berbuah manis. Pada IPU ke-136, April 2017, anggota BKSAP, Irine Yusiana Roba Putri, bersama wakil dari Maladewa terpilih untuk duduk sebagai wakil Asia Pasifik di Board of the IPU Forum of Young Parliamentarians, setelah bersaing ketat dengan calon-calon lainnya dari Grup Geopolitik Asia Pasifik seperti dari Iran hingga Mongolia. Jabatan internasional tersebut diemban selama dua tahun hingga 2019 ini.

Posisi yang diemban wakil DPR tersebut sangat strategis untuk mendorong agenda pemuda masuk dalam beragam isu parlemen baik di level global maupun nasional. Ia terlibat aktif pula dalam beragam agenda internasional Forum of Young Parliamentarians termasuk dalam 4th IPU Global Conference of Young Parliamentarians, November 2017, dengan menjadi co-rapporteur dari konferensi tersebut dan juga panelis pada side event meeting Members of the Board of the IPU Forum of Young Parliamentarians dengan Global Affairs Canada dengan sorotan khusus pada situasi demokrasi global, tantangan hambatan kaum muda dalam berpolitik hingga penggunaan teknologi dalam mendukung kaum muda berpolitik. Ia juga memoderasi sesi pertemuan di Konferensi Global tersebut dan juga menjadi panelis pada sesi diskusi lainnya.

Kampanye untuk meningkatkan peran pemuda dalam kancah politik dan beragam agenda global dan nasional juga mengemuka tidak hanya di level internasional, tetapi juga di level regional. Pada 24th Annual Meeting of the Asian Pacific Parliamentary Forum (APPF), Januari 2016, DPR mendorong peningkatan kerja sama dan kebebasan pergerakan para pelajar, guru, peneliti dan penyedia pendidikan secara lintasbatas. Hal tersebut sebagai upaya untuk Ensuring an Optimistic and Prosperous Future for Youth, yang juga menjadi agenda pembahasan dari APPF tahun itu.

DPR berbagi praktik cerdas dalam konteks pendidikan generasi muda di 25th APPF, Januari 2017, dengan spesifik agenda Ensuring Effective Succession Planning Including Education for Leaders of a New Generation. DPR berbagi praktik cerdas mengenai kewajiban proporsi khusus sekitar 20% dalam APBN untuk pendidikan yang menandakan komitmen tegas negara dalam bidang pendidikan.

Peran pemuda dalam SDGs menarik organ utama PBB yakni UN Economic and Social Council (ECOSOC) untuk terlibat dalam advokasi di level parlemen dengan mengundang wakil dari IPU untuk berpartisipasi dalam 7th ECOSOC Youth Forum, 2018. Forum dengan tajuk utama the role of youth in building sustainable and resilient urban and rural communities, dihadiri oleh Irene selaku anggota Board IPU Forum of Young Parliamentarians. Pada forum tersebut, DPR menggarisbawahi pentingnya pemuda terlibat dalam SDGs sejak awal dan dari level perencanaan maupun formulasi kebijakan. Di Indonesia, pembahasan mengenai pelibatan pemuda sudah dimulai sejak penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) SDGs dan juga Rencana Aksi Daerah (RAD) SDGs.

Terkini, gaung keterlibatan pemuda dalam beragam proses kebijakan publik dan pengambilan keputusan mulai mendapatkan sorotan di forum parlemen negara-negara asia yakni Asian Parliamentary Assembly (APA). Pada pertemuan Komisi Sosial Budaya APA di Thailand, Februari 2019 lalu, seluruh anggota Komisi, termasuk DPR RI, menyepakati masuknya draf resolusi baru bertajuk the Promotion of Quality Child and Youth Development for Sustainable Society in Asia, sebagai bahan pembahasan lebih mendalam di APA. DPR bahkan tak segan-segan memberikan perspektif baru dalam draf resolusi tersebut dengan mendorong negara-negara parlemen di Asia untuk menyediakan platform yang memadai bagi pemuda untuk terlibat dalam urusan publik melalui political will dan juga produk legislasi.

Mengingat potensi generasi muda dan menimbang demografi penduduk Indonesia yang berusia muda (20-35 tahun) mencapai lebih dari 90 juta jiwa, DPR akan terus berkomitmen untuk meningkatkan peran dan partisipasi aktif pemuda dalam setiap sendi kehidupan negara. Tentunya, seiring dengan peningkatan situasi nasional tersebut, DPR juga akan terus menjalankan diplomasi parlemennya untuk berbagi praktik cerdas mengenai pemberdayaan pemuda sekaligus menyerap lesson learned dari berbagai negara dalam isu tersebut.