Dalam beberapa dekade terakhir, peran wanita di segala bidang semakin strategis dan terlihat adanya peningkatan keterlibatan wanita dalam posisi-posisi penting terutama keterlibatan mereka di politik. Sejak tahun 1995 ketika Beijing Platform for Action telah diadopsi, jumlah rata-rata secara keseluruhan anggota parlemen wanita di dunia meningkat. Walaupun terjadi peningkatan, namun kemajuan tersebut sangatlah lambat. Menurut survey yang dilakukan oleh IPU tahun 2017, secara global peningkatan rata-rata keterlibatan wanita di parlemen tidak signifikan yaitu sebanyak 0,1% dari 23.3% menjadi 23.4%. Oleh karena itu dibutuhkan tindakan lebih lanjut untuk mengatasi kemajuan yang lambat dalam hal kesetaraan. Sebagai dukungan terhadap pencapaian kesetaraan terhadap wanita, pada September 2015, PBB telah mengadopsi resolusi 2030 Agenda Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang berisi 17 tujuan pembangunan berkelanjutan yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. Tujuan nomor lima ditujukan khusus kepada para wanita didunia sebagai alat untuk memperoleh kesetaraan gender. Memajukan partisipasi politik wanita, merupakan hal yang penting dalam SDGs. Oleh karena itu, sasaran dalam agenda no 5 adalah untuk menjamin partisipasi penuh dan efektif, juga memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki di tingkat pengambil keputusan dalam bidang politik, ekonomi dan kehidupan. Kesetaraan gender secara global sangat dibutuhkan terutama di Parlemen.

DPR-RI sangat berperan aktif dalam meningkatkan peran wanita di Parlemen. Salah satunya ditunjukan dengan diselenggarakannya seminar untuk memperingati International Women’s day yang jatuh pada tanggal 8 Maret. Seminar ini merupakan suatu pengingat bahwa kesetaraan gender bukan hanya tujuan yang berdiri sendiri, tetapi bermakna dalam mencapai berbagai tujuan agenda pembangunan global. Selain itu, penyelenggaraan acara ini menunjukkan bahwa memberdayakan perempuan secara tidak langsung juga akan memberdayakan kemanusiaan (empowering women, empowers humanity), dan tujuan ini akan selalu didukung oleh para anggota DPR wanita.

Selain itu, sebagai upaya dari Parlemen Indonesia untuk menggarisbawahi pentingnya kesetaraaan gender dalam diplomasi parlemen, DPR-RI juga terlibat dalam sidang-sidang internasional seperti Parliamentary Event on the Occasion of the Commission on the Status of Women yang diselenggarakan oleh IPU setiap tahun disela-sela sidang CSW di New York.

Keterwakilan wanita di Parlemen pada masa sekarang ini menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dari pertambahan jumlah anggota parlemen wanita dalam setiap periode. Dari publikasi oleh IPU, Women in Parliament: 20 years in Review, disebutkan bahwa total keterlibatan wanita sebagai anggota Parlemen hampir mencapai dua kali lipatnya antara tahun 1995 sampai 2005, dari 11,3% pada tahun 1995 menjadi 22,1% pada tahun 2015. Dengan populasi wanita di dunia mencapai lebih dari 50%, sudah seharusnya wanita memainkan banyak peranan penting dan jabatan strategis di pemerintahan dan Parlemen, karena kontribusi mereka yang signifikan untuk kemajuan politik.

Wanita yang bergelut diberbagai bidang pekerjaan memiliki andil yang besar dalam membangun opini public terhadap suatu isu social tertentu, namun wanita yang berkecimpung di dalam politik mampu untuk mempengaruhi pemenrintah dalam membuat perubahan akan isu tersebut. Para wanita ini percaya bahwa mereka memiliki proporsi dan tempat di politik, dan menolak adanya diskriminasi dan dominasi pria sebagai tantangan yang selalu mereka hadapi. Women Political Leaders merupakan salah satu fasilitator pengembangan politisi wanita dunia. Women Political Leaders Global Forum (WPL) adalah sebuah jaringan global politisi perempuan dengan misi untuk meningkatkan jumlah dan partisipasi perempuan dalam posisi kepemimpinan politik. WPL beranggotakan wanita dari berbagai komponen, baik politisi perempuan maupun pemimpin perempuan lainnya. WPL dalam kegiatannya berusaha untuk memperlihatkan bagaimana pengaruh kepemimpinan perempuan dalam politik global untuk mencapai dunia yang lebih baik. Dr. Nurhayati Ali Assegaf merupakan satu-satunya anggota Dewan WPL yang berasal dari Indonesia yang selalu aktif dalam memperjuangkan hak-hak wanita. DPR-RI juga selalu berpartisipasi dalam kegiatannya yang selalu diselenggarakan tiap tahun.

Selain itu, dalam misinya untuk mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan secara global, BKSAP juga selalu berpartisipasi dalam penyelenggaraan sidang-sidang internasional yang mengusung tema wanita dan politik, seperti Parliamentary Event on the Occasion the Commission on the Status of Women di New York, Women in Parliaments Global Forum, Westminster Conference on Violence Against Women in Politics, dll. Anggota delegasi BKSAP selalu mengedepankan fungsi mereka sebagai anggota parlemen. Melalui fungsi legislatif, sebagai anggota parlemen dapat mendukung untuk mencapai tujuan kesetaraan gender dengan mengembangkan undang-undang tertentu yang mempromosikan keseimbangan gender dan pengarusutamaan gender di semua sektor. Selanjutnya dengan memanfaatkan fungsi penganggaran dengan mengadopsi anggaran sensitif gender dalam menyusun APBN. Sementara dalam fungsi pengawasan parlemen, dengan mendorong pemerintah untuk melaksanakan pengarusutamaan gender sebagai dasar dari rencana pembangunan nasional.

Dalam forum Westminster Conference on Violence Against Women in Politics yang diselenggarakan pada bulan Maret 2018, delegasi Indonesia menekankan adanya berbagai tantangan yang kerap dihadapi oleh wanita yang berkecimpung didunia politik, seperti pelecehan secara psikologis, emosional bahkan seksual yang bertujuan untuk mencegah perempuan masuk ke dalam kancah politik karena dianggap sebagai saingan. Selain itu, seringkali politisi perempuan dihadapkan pada pelecehan secara online ditengah penggunaan sosial media sebagai sarana efektif dalam melakukan interaksi antara anggota parlemen dengan konstituennya. Oleh karena itu, partai politik dan parlemen memiliki peran penting dalam mengatasi persoalan ini. Kedua institusi tersebut harus berani menyusun suatu aturan internal yang dapat menyelesaikan pengaduan intimidasi, pelecehan atau bentuk kekerasan lainnya yang dialami anggota parlemen perempuan.

Di tataran regional, BKSAP aktif menyuarakan isu – isu gender melalui WAIPA sebagai acara tahunan anggota parlemen negara – negara ASEAN yang diselenggarakan di Sidang Tahunan AIPA. Berbagai resolusi telah disponsori antara lain mengenai pemberdayaan perempuan dalam bidang ekonomi, perdagangan, dan sosial.

BKSAP tidak hanya berfokus pada isu yang menyentuh pemberdayaan kaum perempuan tetapi juga pada mekanisme dan struktur organisasi antar parlemen yang memungkinkan keterlibatan anggota parlemen perempuan secara lebih intensif. Pada periode ini, Ketua BKSAP telah menginisiasi pembentukan berbagai struktur organisasi parlemen perempuan baik di tingkat Asia melalui Women of Asian Parliamentary Assembly (WAPA) maupun di tingkat Asia Pasifik melalui Women of Asia Pacific Parliamentary Forum (WAPPF). Dengan adanya struktur yang khusus menghimpun anggota parlemen perempuan secara berkala, diharapkan pembahasan isu – isu sensitif gender dapat dilakukan secara lebih intensif dan efisien.