PARLEMENTARIA, Jakarta — Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Muhammad Husein Fadlulloh, menegaskan pentingnya percepatan penyusunan regulasi kecerdasan artifisial (AI) guna menjaga kedaulatan digital dan keamanan nasional di tengah perkembangan teknologi global yang kian agresif. Hal tersebut ia sampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) Panja AI BKSAP bertema “Meregulasi AI: Menavigasikan Peran Parlemen dalam Membentuk Regulasi Kecerdasan Artifisial yang Aman dan Berkeadilan” di Ruang Diplomasi, Kamis (20/11/2025).
FGD ini dihadiri oleh narasumber dari berbagai institusi strategis, mulai dari Kementerian Komunikasi dan Digital RI, Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN), KORIKA, SAFEnet, hingga perwakilan akademisi dari bidang teknologi dan tata kelola digital. Kehadiran para pakar lintas sektor tersebut memberikan masukan komprehensif mengenai urgensi penyusunan regulasi, tantangan etika, dan tata kelola risiko dalam perkembangan ekosistem AI nasional.
Dalam forum itu, Husein memaparkan bahwa perkembangan AI kini telah menyentuh hampir seluruh sektor kehidupan manusia. Pemanfaatan AI dalam pendidikan, kesehatan, layanan publik, keamanan, hingga hiburan menjadikan teknologi ini bukan hanya penunjang aktivitas harian, tetapi juga elemen strategis yang memengaruhi arah pembangunan nasional.
“Manfaat AI bagi Indonesia sangat besar. Bahkan, pada 2030 diperkirakan AI dapat berkontribusi 10–20 persen terhadap produk domestik bruto nasional. Namun di sisi lain, ada ancaman seperti penyalahgunaan teknologi dan potensi serangan melalui mekanisme AI. Ini menjadi tantangan yang harus kita atur bersama,” ujarnya.
Husein menekankan bahwa perkembangan teknologi digital kerap bergerak lebih cepat daripada kesiapan regulasi negara. Banyak teknologi berbasis AI yang telah digunakan masyarakat luas selama bertahun-tahun tanpa disadari, sehingga menuntut negara untuk memperkuat sistem pengawasan, pengendalian, serta tata kelola digital yang memadai dan adaptif.
“Kita sering melihat teknologinya sudah ada, tapi regulasinya belum siap. Tugas parlemen adalah memastikan pemanfaatan AI berjalan secara beretika, melindungi hak dasar manusia, dan berorientasi pada kepentingan nasional,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya diplomasi parlemen dalam mengikuti dinamika global terkait tata kelola AI. Inter-Parliamentary Union (IPU) telah mengadopsi resolusi mengenai dampak AI terhadap demokrasi, hak asasi manusia, dan supremasi hukum, serta menerbitkan panduan praktik baik yang dapat dijadikan rujukan dalam merumuskan kebijakan AI nasional.
Indonesia sendiri telah memiliki sejumlah landasan hukum seperti UU ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi, namun percepatan perkembangan teknologi menuntut kerangka hukum yang lebih komprehensif. Pembahasan RUU Keamanan Siber juga menjadi bagian penting dari upaya memperkuat ketahanan digital nasional.
Melalui FGD Panja AI ini, Husein berharap masukan dari narasumber lintas sektor dapat memperkaya rekomendasi DPR RI untuk menyusun kebijakan yang responsif, inklusif, dan memastikan pemanfaatan AI berjalan aman, etis, serta berpihak pada kepentingan masyarakat.
“Teknologi berkembang sangat cepat. Karena itu kita memerlukan undang-undang dan pendukungnya untuk memastikan regulasi AI benar-benar menjaga kepentingan manusia dan negara,” tutupnya. (bit/aha)

Edukasi Diplomasi Parlemen